psykology foensik

PSYKOLOGI FORENSIK, PENTINGKAH UNTUK POLRI ?

I. PENDAHULUAN

Latar belakang

Didalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia No 2 tahun 2002 mengatur tentang Kepolisan RI. Disebutkan dalam pasal 2 bahwa fungsi kepolisan adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini jelas bermakna bahwa kepolisan RI adalah sebuah organisasi yang sangat besar peranannya di dalam pemerintahan Negara RI. Dimana organisasi ini diawaki oleh para masyarakat pilihan Negara yang direkrut, dididik, dibina dan dijadikan sebagai polisi sesuai dengan harapan undang-undang diatas. Dan untuk memajukan dan mengembangkan kemampuan serta pengetahun setiap personil Polri di laksanakan berbagai macam pendidikan pengembangan. Salah satunya adalah pendidikan Perguruan Tinggi Ilmu Kepoisian/ PTIK.

Ptik adalah sekolah jenjang perwira yang didalamnya merupakan mahasiswa-mahasiswa yang berlatarbelakang akademis, yaitu alumnus Akademi Kepolisian dari berbagai angkatan kelulusan. Dan agar meraih ilmu keserjanaan maka Ptik adalah satu-satunya lembaga pendidikan Polri yang menghasilkan gelar sarjana ilmu kepolisian strata satu. Didalam perkuliahan tidak hanya ilmu taktik kepolisan yang di pelajari tetapi yang berhubungan secara langsung dengan tugas-tugas kepolisian juga di pelajari. Mulai dari ilmu-ilmu kemasyarakatan/sosial, ilmu-ilmu hukum, komunikasi, dan berbagai pengetahuan lainnya. Termasuk kejahatan-kejahatan tertentu juga di pelajari.

Salah satu ilmu yang cukup menarik di pelajari adalah psykologi forensik. Jika kita mendengar kata forensik kita akan ingat tentang ilmu forensik kedokteran, dimana mempelajari tentang sebab-sebab kematian, akibat luka, alat yang di gunakan dan lain sebagainya. Sementara jika kita berbicara psykologi maka akan terbayang masalah perilaku seseorang, latar belakang yang mempengaruhinya, dan lain sebagainya. Sehingga berdasarkan gambaran umum diatas secara sepintas kita pahami bahwa psykologi forensik itu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia berkaitan dengan forensik kedokteran. Padahal arti sebenarnya sangatlah keliru.

Berdasarkan apa yang di dapat penulis selama mengikuti perkuliahan psykologi forensik yang disampaikan oleh dosen Zakarias Purba dan Reza Indragiri maka didapat tambahan pengetahuan bahwa psykologi forensik merupakan perkembangan dari ilmu kriminologi tapi tidak hanya berisi gabungan pengetahuan tentang kriminal dan psykologi saja tapi juga perpaduan dari ilmu-ilmu lainnya. Secara garis besarnya dapat dipahami bahwa ilmu ini bergerak awal dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian ini di jadikan sumber ilmu pengetahuan dari psykologi forensik. Jadi hanya mengusung masalah keilmuan semata dan tidak dihubungkan dengan keagamaan, kebenaran mutlak atau commen sense.

Dengan pemahaman yang singkat diatas penulis mencoba mengangkat penulisan tentang psykologi forensik dengan tema manfaat dari mata kuliah psykologi forensik bagi mahasiswa Ptik dengan judul, “Psykologi Forensik, Pentingkah Untuk Polri ?”.sesuai dengan tugas ujian yang di perintahkan oleh dosen mata kuliah tsb. Dan untuk penjelasan lengkapnya penulis akan menuangkan dalam bentuk masalah, pembahasan serta kesimpulan akhir serta saran yang akan disampaikan .

Permasalahan

Adapun permasalahan yang penulis angkat sesuai dengan tema dan judul diatas adalag sebagai berikut :

- Pengertian psykologi forensik dan sejarah singkatnya

- Hubungan ilmu psykologi forensik dengan tugas kepolisian secara umum

- Aplikasi tugas Polri skrg dan yg akan datang

- Peluang dan kesempatan psykologi forensik di lapangan/opersional Polri

Keempat sub permasalahan diatas penulis mencoba akan menjelaskan dan menguraikan didalam tulisan ini mulai dari awal lahirnya ilmu tersebut sampai kepada penjelasan-penjelasan yang di perkuat dengan hasil-hasil penelitian yang akurat dan di hubungkan dengan tugas kepolisian pada umumnya dan pada khususunya serta aplikatif di lapangan nantinya. yaitu berbicara mengenai manfaat kegunaan serta efek yang dapat di rasakan setelah mempelajari psykologi forensik tadi.

II.PEMBAHASAN

- Pengertian Psykologi Forensik Dan Sejarah Singkatnya

Ilmu psykologi forensik sebenarnya berangkat dari perilaku manusia yaitu dengan pelajari ilmu jiwa dan melihat perilaku manusia itu sendiri. Terlebih dahulu memahami subyek yaitu badan (phisik), jiwa (pikiran), dan ruh (hati nurani). Dan tolak ukurnya ada pada diri sendiri setiap manusia, Yaitu aksi : timbul dari diri sendiri dan reaksi : menanggapi aksi yang timbul . Dan perbandingannya atau untuk mempelajarinya selalu menggunakan pendekatan secara study kasus dan statistic. Karena dengan 2 pendekatan ini merupakan cara yang paling tepat untuk menggambarkan secara umum peristiwa atau sesautu yang terjadi karena di dukung oleh penelitian berdasarkan jumlah kejadian dan efek atau dampak yang di timbulkan. Sebagai contohnya adalah bagaimana pengetahuan dan kemampuan kita dalam menghadapi masa post power syndrome. Didalam psykologi forensik hal terebut di jelaskan sebagai berikut:

1) apa yang menyebabkan terjadinya post power syndrome

2) kenapa bisa orang terkena post power syndrome

3) bagaimana cara mengatasinya

4) apa langkah tepat agar tidak terkena post power syndrome

Keempat pertanyaan diatas sebenarnya hanya di pengaruhi oleh rasa berlebihan terhadap sesuatu hal, contohnya jabatan. Sehingga begitu seseorang tidak menjabat dia akan kehilangan sebagian dari hidupnya dan berdampak pada stress, tekanan batin dan lain sebagainya. Menilai sesuatu hal dan menjadikan hal tersebut bagian yg penting dalam hidup seseorang itulah ilmu dari psykologi forensik.

Jika di hubungkan dengan tugas polisi contohnya jika seseorang yang mau di tahan dan tiba-tiba sakit atau sengaja sakit dengan mengharap kesakitan tersebut dapat menjadi alasan untuk tidak ditahan disitulah ilmu psykologi forensic berperan. Jadi ilmu psykologi forensik ini lebih kepada kemampuan orang dalam membaca atau menghadapi situasi yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara mengurai hal-hal yang terjadi secara lebih jelas dan terperinci (aksi dan reaksi).

Jadi sebenarnya ilmu psykologi forensik dapat di terapkan di semua ilmu pengetahuan yang ada karena tidak berbicara masalah muatan utama suatu ilmu pengetahuan tapi lebih kepada proses terjadinya, masa terjadinya dan akhir dari proses terjadinya sesuatu hal dengan menggunakan data-data yang empiris atau yang sudah pernah terjadi.

Ilmu ini sebenarnya sudah cukup lama ada namun mungkin penyebutannya saja yang berbeda. Hugo Munsterberg warga Jerman mengemukakan hal tentang, “on the wittnes stand” (dikursi saksi) pada tahun 1908. dilanjutkan dengan William Marston/ 1917 tentang polygraph (lie detector) atau alat pendeteksi kebohongan seseorang yang di periksa. Dan berkembang terus ke benua Amerika dan pada tahun 1921 dimana dalam persidangan mengahdirkan saksi ahli psykolog. Dan setelah itu Howard Burt menulis buku tentang psykologi forensic dan menjadi literature yang pertama pada tahun 1931, dan mulai digunakan oleh pihak kepolisian di LAPD oleh Martin Reiser pada tahun 1968. Dan terus mengalami perkembangan sampai pada tahun 2001 hingga sekarang. walaupun sebagian orang ada yang menentang penggunaan psykolog di persidangan khususnya para lawyer namun sebagian besar banyak yang mendukung dalam hal keakuratan keterangan dalam tingkat kesaksian, pengakuan yang baik, metode yang di gunakan, kebenaran pengakuan dan lain sebagainya.

- Hubungan Psykologi Forensik Dengan Tugas Kepolisian Secara Umum

Secara umum tugas kepolisan di seluruh dunia adalah to serve and to protect yaitu melindungi dan melayani, maksudnya adalah melindungi masyarakat dari segala bentuk gangguan keamanan dan ketertiban dan melayani masyarakat sesuai dengan tugas yang di emban polisi tersebut. Pekerjaan polisi ini dimana-mana hampir sama di seluruh dunia, di Indonesia sendiri ditambah lagi atau lebih di perjelas lagi dengan mengayomi dan penegakan hukum.

Didalam pelaksanaan tugas yang diemban setip personil polisi terdapat kunci keberhasilan yang utama yaitu cara berkomunikasi dengan masyarakat. Di Negara kita ini polisi pernah berada di bawah naungan Angkatan Bersenjata atau di gabungkan dengan militer yang di kenal dengan ABRI.Namun sejak tahun 1999 Polri pisah dari ABRI dan secara perlahan menjadi mandiri. Kultur atau budaya dan perilaku yang di tampilkan personil Polri selama 30 tahun lebih kepada masyarakat Indonesia adalah polisi penguasa bukan polisi masyarakat. Sehingga cara melayani, melindungi, mengayomi dan menegakkan hukum kepada masyarakat berbau ala militer. Dan sekarang ini Polri berjuang keras untuk menghilangkan imej masyarakat tersebut melalui pelayanan Polri yang lebih mengedepankan tindakan pre-emtif dan prefentif di banding tindakan represif atau penegakan hukum. Salah satu yang di lakukan adalah konsep perpolisian masyarakat yang di singkat Polmas. Polmas ini mengedepankan konsep komunikasi sosial antara petugas kepolisian dan masyarakat yang aktif dan dinamis.

Hubungan atau kegunaan psykologi forensik dalam menghadapi masyarakat sangatlah berguna karena disini polisi di tuntut untuk selalu dalam keadaan yang normal dalam setiap melayani masyarakat, masyarakat tidak akan peduli kalo polisi belum makan siang, uang sekolah anak belum di bayar, dan lain sebagainya. Kemampuan polisi dalam berkomunikasi di harapkan mampu untuk melayani masyarakat secara baik dan professional.

Ptik mendidik perwira remaja yang telah mengalami masa tugas antara 5 sampai 10 tahun bahkan ada yang lebih. Ptik mengajarkan tentang konsep-konsep dan teori ttg kemasyarakatan dan juga dalam menghadapi situasi yang seketika. Mata kuliah psykologi forensik sendiri mencoba memberikan pemahaman bahwa apa yang di lakukan mahasiswa sewaktu bertugas banyak yang tidak sesuai dengan yang di harapkan atau tidak sesuai dengan teori atau norma dan ilmu yang di pelajari di bangku kuliah. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di semua lini tugas kepolisian dengan ilmu psykologi forensic ini di harapkan dapat membuka wawasan mahasiswa dalam menghadapi masyarakat secara umum. Bahwa sebenarnya apa yang di praktekkan selama ini ada cara yang lebih baik, lebih manusiawi, lebih sopan dan lebih professional dalam menjalankan tugas kepolisian tersebut. Contoh kasus saja masalah maling yang kena tangkap oleh petugas polisi. Pertanyaan para pemeriksa cenderung sudah memojokkan tsk semisal, “ kamu mencuri kambing kan !!?”, tidak ada kata-kata pembuka yang lebih sopan di banding kata yang sudah menghakimi terlebih dahulu padahal cara seperti ini justru tidak menghasilkan jawaban yang maksimal sehingga mulai dari cara pemeriksaan, pasal yang di persangkakan terkesan di paksakan yang ujungnya kerja Polri sama sekali tidak professional.

Intinya bahwa psykologi forensic mencoba mengajarkan ke mahasiswa Ptik bahwa untuk menghadapi seseorang kita perlu tahu kondisi kejiwaan seseorang pada saat itu karena kondisi seseorang sangat berpengaruhi terhadap apa yang di sampaikan kepada penyidik atau pemeriksa/penanya. Disamping itu secara umum sebenarnya setiap polisi wajib melaksanakan metode tersebut dan bukan hanya di ajarkan kepada mahasiswa Ptik, namun dengan di ajarkan ke mahasiswa Ptik besar harapan organisasi kepada lulusan Ptik untuk dapat menjadi contoh di lapangan dalam menjalankan tugas kepolisian dengan bekal ilmu-ilmu kepolisian yang di miliki termasuk didalamnya psykologi forensic tadi.

- Aplikasi Tugas Polri Sekarang Dan Yang Akan Datang

Polisi adalah bayang-bayang peradaban masyarakat, begitulah Chairudin Ismail menulis dalam sebuah bukunya tentang Reformasi Polri, Antara Harapan dan Kenyataan. Beliau menggambarkan bahwa bagaimana tingkah laku dan pola kerja polisi di suatu daerah maka begitulah keadaan masyakatnya. Pendapat ini bisa saja di bantah jika kita mempunyai temuan bahwa masyarakat tidak ada sama sekali pengaruhnya dengan perilaku dan tugas seorang polisi karena polisi sudah diatur dengan aturan internal kepolisian itu sendiri. Maka di balik sikap pengayoman tadi sebenarnya polisi menjalankan aturan hukum yang telah di tetapkan oleh Negara. Memang polisi dituntut untuk selalu bisa dalam segala hal.

Ilmu psykologi forensik mencoba memberi pemahaman bahwa sebelum seorang polisi melayani masyarakatnya dia harus mengenal dan memahami siapa dirinya. dengan memahami diri sendiri akan timbul kemampuan untuk selalu tenggang rasa, kontrol diri yang tinggi dan konsentrasi dalam bertugas. Hal ini sangatlah penting untuk tugas-tugas yang diemban setiap polisi dimanapun. Jadi ilmu ini tidak hanya mempelajari subjek luar tapi subjek bagi diri sendiri juga penting untuk di pahami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 TAHUN

KOPRAL-SERSAN-MAYOR-LETNAN